Putri Zulkifli Hasan Buka Workshop PAN Bertema Kedaulatan Pangan di Surabaya
Sarifuddin Sudding: Hak Tanah Adat Harus Dilindungi Sesuai Undang-Undang
Fraksipan.com- Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyoroti sejumlah kasus sengketa tanah adat yang kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Ia menekankan bahwa konflik ini sering kali menjadi serius, terutama jika melibatkan masyarakat adat dan perusahaan besar.
Persoalan tersebut menjadi perhatian utama Sarifuddin dalam kunjungan kerja spesifik (Kunspek) Komisi III DPR RI ke Polda Sumatera Barat. Dalam kunjungan tersebut, Sarifuddin mengharapkan aparat kepolisian dapat berperan aktif menyelesaikan konflik tanah adat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Dalam kunjungan itu, Sarifuddin menerima langsung aspirasi dari masyarakat yang mengeluhkan tanah ulayat mereka yang diduga dirampas oleh PT Wilmar. Bahkan, pertemuan tersebut diwarnai suasana emosional, terutama ketika sejumlah ibu-ibu menyampaikan keluhan mereka.
“Iya, tadi saya mendapat aspirasi dari masyarakat di situ terkait masalah tanah adat, tanah ulayat mereka yang dirampas oleh perusahaan Wilmar,” ujar Sarifuddin kepada wartawan pada Jumat (29/11/2024).
Sarifuddin menambahkan bahwa keluhan tersebut disampaikan dengan penuh emosi. “Sampai ibu-ibu di situ menangis, menyampaikan tentang tanah adat mereka,” ungkapnya.
Aspirasi tersebut langsung diteruskan Sarifuddin kepada Kapolda Sumatera Barat untuk mendapatkan perhatian lebih lanjut. “Saya sudah sampaikan kepada Pak Kapolda agar aspirasi ini diatensi. Ada ibu-ibu menyampaikan bahwa tanah ulayat mereka dirampas oleh PT Wilmar, dan itu tidak boleh terjadi karena menyangkut hak atas tanah adat,” tegasnya.
Sebagai informasi, konflik lahan di Nagari Kapa, Pasaman Barat, kembali memanas pada 4 Oktober 2024. PT Permata Hijau Pasaman 1 (PHP 1), anak perusahaan Wilmar Group, bersama aparat gabungan dari Polres Pasaman Barat dan Polda Sumatera Barat, dilaporkan memaksa masuk ke lahan pertanian masyarakat untuk melakukan penanaman bibit kelapa sawit. Insiden ini memicu penangkapan sembilan warga setempat, termasuk enam perempuan.[MS]