Andi Yuliani Paris Soroti Ketimpangan Akses Beasiswa LPDP bagi Dosen di Daerah

Andi Yuliani Paris Anggota Komisi XI DPR RI
Fraksipan.com – Anggota DPR RI, Andi Yuliani Paris, menyoroti permasalahan ketimpangan akses beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) bagi dosen-dosen di daerah. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama Badan Layanan Umum (BLU) LPDP di Gedung DPR RI pada Rabu (19/2).
Andi Yuliani menegaskan bahwa banyak penerima beasiswa LPDP justru memilih bekerja di luar negeri setelah menyelesaikan studinya, sehingga manfaat dari program tersebut lebih banyak dirasakan oleh negara lain.
“Ini bukan sesuatu yang bisa dianggap sepele. Kalau tidak diantisipasi, SDM penerima LPDP dan beasiswa lainnya akan lebih banyak bekerja di luar negeri, dan manfaatnya justru untuk negara lain,” ujar Andi Yuliani. Ia mencontohkan bagaimana banyak ahli perminyakan asal Indonesia kini bekerja di Qatar, bukan di dalam negeri.
Selain itu, Andi Yuliani juga menyoroti kesenjangan kesempatan bagi calon penerima beasiswa LPDP di luar Pulau Jawa, terutama para dosen perguruan tinggi swasta di tingkat kabupaten. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah syarat tes bahasa Inggris IELTS yang tinggi, yang dinilai memberatkan bagi banyak calon penerima dari daerah.
“Banyak dosen di dapil saya yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang S3 dengan beasiswa LPDP, tapi mereka gagal karena syarat IELTS yang sulit dicapai. Bahkan, untuk mencapai skor lima setengah atau enam saja sulit, padahal biaya persiapannya juga tidak murah,” jelasnya.
Andi Yuliani mengusulkan adanya kebijakan afirmasi bagi dosen di daerah agar mereka lebih mudah mengakses beasiswa LPDP tanpa harus terbebani persyaratan yang tidak sebanding dengan kondisi di wilayah mereka. Menurutnya, jika para dosen di kabupaten-kabupaten bisa mengakses beasiswa dengan lebih mudah, maka kualitas perguruan tinggi di daerah akan meningkat, yang pada akhirnya berdampak positif bagi pembangunan sumber daya manusia dan ekonomi lokal.
“Kalau mereka bisa kuliah di perguruan tinggi swasta atau negeri di tingkat kabupaten, uangnya akan berputar di daerah dan meningkatkan kualitas SDM di sana. Ini akan berdampak pada perputaran ekonomi yang luar biasa,” tambahnya.
Tak hanya itu, ia juga menyinggung pentingnya sinkronisasi antara penerima beasiswa LPDP dengan kebutuhan industri di dalam negeri. Ia mencontohkan sistem pendidikan vokasional di Jerman, di mana sejak awal para mahasiswa sudah dipetakan apakah mereka akan menjadi peneliti di perguruan tinggi atau bekerja di sektor industri.
“Di Indonesia, banyak lulusan LPDP yang lebih memilih bekerja di luar negeri karena gaji yang lebih tinggi. Bahkan, meski dikenakan denda karena tidak kembali ke Indonesia, mereka sanggup membayarnya karena pendapatan mereka jauh lebih besar di luar negeri,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Andi Yuliani juga menekankan perlunya pengelolaan dana abadi penelitian yang lebih selektif agar tidak hanya berfokus pada penelitian dasar, tetapi juga yang berorientasi pada rekayasa dan komersialisasi teknologi.
Ia berharap LPDP dapat berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dunia usaha, serta komunitas riset untuk memastikan bahwa beasiswa yang diberikan benar-benar berdampak bagi pembangunan nasional.
“Dengan kebijakan yang lebih berpihak kepada SDM daerah dan sinkronisasi dengan industri, LPDP bisa menjadi instrumen penting dalam meningkatkan daya saing nasional dan mencegah brain drain,” pungkasnya.