Edi Oloan Pasaribu Soroti Ketidakpercayaan Publik terhadap BPN, Desak Reformasi Total

Edi Oloan Pasaribu Anggota Komisi II DPR RI
Fraksipan.com – Ketidakpercayaan publik terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) kembali mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum di Komisi II DPR RI, Selasa (4/3). Anggota Komisi II DPR, Edi Oloan Pasaribu, menegaskan bahwa konflik agraria yang terus berulang menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam tubuh BPN yang belum terselesaikan.
“Dalam setiap konflik agraria, sulit bagi saya untuk tidak langsung berpikir bahwa BPN bermasalah. Karena faktanya, banyak kasus yang berakar dari maladministrasi dan lemahnya penegakan hukum terhadap oknum-oknum di dalamnya,” ujar Edi Oloan dalam rapat yang dihadiri perwakilan BPN dari beberapa daerah serta sejumlah organisasi masyarakat.
Menurutnya, maraknya kasus tumpang tindih kepemilikan tanah, sertifikat ganda, hingga dugaan keterlibatan oknum BPN dalam mafia tanah menunjukkan perlunya langkah reformasi birokrasi yang serius dan agresif. Ia menyoroti bahwa di negara-negara maju seperti Singapura dan Jepang, pemerintah memiliki tanggung jawab penuh dalam menjamin kepastian hukum atas kepemilikan tanah.
“Saat sebuah lembaga negara menetapkan kepemilikan tanah seseorang dan kemudian kalah dalam gugatan, negara wajib mengganti rugi. Itu menunjukkan adanya perlindungan hukum yang jelas. Di Indonesia, masyarakat yang justru harus berjuang sendiri di pengadilan, sementara BPN seolah lepas tangan,” tegasnya.
Edi Oloan juga menyinggung pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto, yang dinilainya memiliki komitmen kuat dalam penegakan hukum. Ia berharap momentum ini dapat menjadi titik balik bagi BPN untuk melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh.
“BPN harus kembali ke jalan yang benar, mengembalikan marwahnya sebagai lembaga yang memberikan kepastian hukum, bukan sebaliknya. Reformasi birokrasi yang radikal dan serius menjadi kunci jika kita ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut, Komisi II DPR meminta agar hasil pertemuan ini tidak sekadar menjadi seremonial belaka, melainkan diikuti dengan rekomendasi konkret untuk mengatasi permasalahan pertanahan yang terus berulang.