Fraksi PAN Dorong Regulasi Minerba yang Komprehensif, Berkelanjutan, dan Berkeadilan

Putri Zulkifli Hasan Ketua Fraksi PAN DPR RI
PENDAPAT FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DPR RI TERHADAP
RUU TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG MINERAL DAN BATUBARA
Fraksipan.com – Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI menyoroti pentingnya penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Dalam pandangan Fraksi PAN, RUU ini merupakan langkah strategis untuk menciptakan landasan hukum yang komprehensif dalam menghadapi tantangan sektor minerba yang terus berkembang. Regulasi yang dihasilkan diharapkan mampu mendorong pengelolaan sumber daya alam secara berkeadilan dan berkelanjutan, sesuai kebutuhan masa kini maupun masa mendatang.
Fraksi PAN juga menekankan prinsip kehati-hatian dalam pemberian izin pertambangan, baik Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP). Khususnya, pemberian izin kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), koperasi, perguruan tinggi, dan organisasi kemasyarakatan keagamaan harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan, dampak sosial, serta keadilan ekologis. Pendampingan teknis, edukasi, dan pengawasan yang ketat diperlukan untuk memastikan pengelolaan tambang berjalan sesuai peraturan dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat tanpa merusak lingkungan.
Selain itu, Fraksi PAN mendukung penuh upaya hilirisasi sektor minerba untuk meningkatkan nilai tambah produk tambang dan memperkuat perekonomian nasional. Namun, hilirisasi harus diiringi dengan regulasi yang memadai untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dengan pendekatan yang berimbang, Fraksi PAN percaya hilirisasi dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga keberlanjutan pembangunan sektor tambang di Indonesia.
Berikut adalah Pendapat tertulis Fraksi PAN DPR RI pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-11 Pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (2) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Selanjutnya, pada ayat (3) ditegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal dan ayat tersebut menjadi landasan fundamental dalam pengelolaan sumber daya alam dan sektor-sektor strategis oleh negara, serta menegaskan prinsip kedaulatan negara atas pengelolaan cabang-cabang produksi yang strategis dan sumber daya alam untuk kepentingan kolektif masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaannya perlu dilakukan secara optimal, efisien, transparan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.
Komitmen Negara untuk mewujudkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 salah satunya dengan dibentuk Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Seiring dengan perkembangan dan kompleksitas sektor tambang mineral dan batu bara, undang-undang Minerba kemudian mengalami beberapa perubahan diantaranya termuat dalam UU Cipta Kerja. Namun demikian, UU Minerba dirasa belum dapat menjawab permasalahan dan tantangan terkini dalam pelaksanaan pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, seperti perizinan, pengolahan dan/atau pemurnian, data dan informasi pertambangan, pengawasan, perlindungan terhadap masyarakat terdampak, dan penerapan sanksi. Oleh karena itu, UU Minerba dipandang perlu untuk segera dilakukan revisi sebagai upaya untuk penyesuaian dan penyempurnaan.