Uya Kuya Beri Catatan Kritis soal Rencana Pencabutan Moratorium Pengiriman PMI ke Timur Tengah
Okta Kumala Dewi: Perputaran Rp 1.200 Triliun dalam Judi Online Minta Satgas Bertindak Tegas

Okta Kumala Dewi Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PAN
Fraksipan.com – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PAN, Okta Kumala Dewi, menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya perputaran transaksi judi online yang mencapai Rp 1.200 triliun pada tahun 2025. Menurutnya, angka fantastis ini merupakan sinyal bahaya serius bagi bangsa Indonesia.
Okta menilai dana sebesar itu seharusnya bisa digunakan untuk membangun sektor-sektor produktif yang halal dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dana sebesar itu, apabila digunakan untuk hal-hal produktif, tentu akan memberikan manfaat luar biasa bagi bangsa. Bayangkan jika Rp 1.200 triliun digunakan untuk pendidikan, rumah sakit, UMKM, atau infrastruktur! Betapa bangsa ini akan melesat. Tapi hari ini, dana sebesar itu habis dalam praktik haram yang merusak moral bangsa dan sendi sosial masyarakat,” ujar Okta kepada wartawan, Minggu (27/4/2025).
Ia mendesak Satuan Tugas (Satgas) Judi Online untuk bertindak lebih tegas dalam memberantas praktik judi online di tanah air. Menurut Okta, langkah blokir situs dan penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, serta diiringi dengan sosialisasi massif kepada masyarakat.
“Satgas harus bergerak lebih agresif, kolaborasi lintas sektor perlu diperkuat. Mulai dari blokir situs, proses hukum para pelaku tanpa pandang bulu, hingga sosialisasi massif kepada masyarakat soal bahaya judi online,” tegasnya.
Okta juga menekankan perlunya gerakan bersama dari seluruh elemen bangsa untuk mengatasi persoalan ini.
“Kita butuh gerakan berjamaah. Semua stakeholder pemerintah, aparat, masyarakat, media, tokoh agama, hingga dunia pendidikan harus memiliki semangat dan kemauan yang sama untuk memberantas judi online,” tambahnya.
Selain berdampak di dalam negeri, Okta menyoroti bahwa praktik judi online turut berkaitan erat dengan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan WNI di luar negeri, khususnya di Kamboja dan Myanmar. Banyak korban terjebak sebagai operator atau admin judi online ilegal, dengan risiko penyiksaan hingga kematian.
“Kasus-kasus TPPO ini menunjukkan bahwa judi online bukan hanya soal kerugian finansial, tetapi juga soal kemanusiaan dan perlindungan WNI di luar negeri,” ungkap Okta.
Ia pun menegaskan bahwa pemberantasan judi online harus menjadi prioritas nasional untuk menghindari dampak buruk yang lebih besar di masa depan.
“Tanpa langkah tegas dan gerakan bersama, bangsa ini akan menghadapi kerugian ekonomi, kerusakan moral, dan tumpulnya penegakan hukum yang lebih parah di masa depan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa perputaran uang dari transaksi judi online pada tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp 1.200 triliun. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut angka ini meningkat dari tahun 2024 yang sebesar Rp 981 triliun. Ia juga mengingatkan bahwa ke depan tantangan pencucian uang dan pendanaan ilegal lainnya akan semakin kompleks, termasuk melalui teknologi baru seperti aset kripto dan platform online.